Pages

Selasa, 13 September 2011

nilai-nilai dalam pancasila

Nilai-Nilai yang Terkandung Dalam Pancasila

A. PENGERTIAN NILAI
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Adanya dua macam nilai tersebut sejalan dengan penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka. Perumusan pancasila sebagai dalam pembukaan UUD 1945. Alinea 4 dinyatakan sebagai nilai dasar dan penjabarannya sebagai nilai instrumental. Nilai dasar tidak berubah dan tidak boleh diubah lagi. Betapapun pentingnya nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu, sifatnya belum operasional. Artinya kita belum dapat menjabarkannya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan UUD 1945 sendiri menunjuk adanya undang-undang sebagai pelaksanaan hukum dasar tertulis itu. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu memerlukan penjabaran lebih lanjut. Penjabaran itu sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Penjabaran itu kemudian dinamakan Nilai Instrumental.
Nilai Instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar yang dijabarkannya Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan dalam batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Penjabaran itu jelas tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya.

B. PANCASILA SEBAGAI SUMBER NILAI
Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalan permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan pernyataan secara singkat bahwa nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.



Makna Nilai dalam Pancasila
a. Nilai Ketuhanan
Nilai ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti adanya pengakuan dan keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pancipta alam semesta. Dengan nilai ini menyatakan bangsa indonesia merupakan bangsa yang religius bukan bangsa yang ateis. Nilai ketuhanan juga memilik arti adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminatif antarumat beragama.
b. Nilai Kemanusiaan
Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung arti kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
c. Nilai Persatuan
Nilai persatuan indonesia mengandung makna usaha ke arah bersatu dalam kebulatan rakyat untuk membina rasa nasionalisme dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia sekaligus mengakui dan menghargai sepenuhnya terhadap keanekaragaman yang dimiliki bangsa indonesia..
d. Nilai Kerakyatan
Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan mengandung makna suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat dengan cara musyawarah mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan.
e. Nilai Keadilan
Nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia mengandung makna sebagai dasar sekaligus tujuan, yaitu tercapainya masyarakat Indonesia Yang Adil dan Makmur secara lahiriah atauun batiniah. Nilai-nilai dasar itu sifatnya abstrak dan normatif. Karena sifatnya abstrak dan normatif, isinya belum dapat dioperasionalkan. Agar dapat bersifat operasional dan eksplisit, perlu dijabarkan ke dalam nilai instrumental. Contoh nilai instrumental tersebut adalah UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sebagai nilai dasar, nilai-nilai tersebut menjadi sumber nilai. Artinya, dengan bersumber pada kelima nilai dasar diatas dapat dibuat dan dijabarkan nilai-nilai instrumental penyelenggaraan negara Indonesia.
 Fungsi-Fungsi Dalam Pancasila
1. Pancasila Sebagai Dasar Negara
Pancasila sebagai dasar negara : Sebagai dasar falsafah negara/ ideologi Negara untuk mengatur pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan yang berisi konsep Pancasila tentang cita hokum yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Perumusan Pancasila sebagai dasar Negara menurut beberapa tokoh, yaitu :
a. Mr. Muhammad Yamin, menyampaikan rumusan asas dan dasar Negara, yaitu :
• Ketuhanan Yang Maha Esa.
• Kebangsaan persatuan Indonesia.
• Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
• Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
• Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Mr. Soepomo, yang merumuskan lima dasar Negara, yaitu :
• Paham negara kesatuan.
• Perhubungan Negara dan agama.
• Sistem badan permusyawaratan.
• Sosialisasi Negara.
• Hubungan antar-bangsa.
c. Ir. Soekarno, yang merumuskan lima dasar Negara, yaitu :
• Kebangsaan Indonesia.
• Internasionalisme atau perikemanusiaan.
• Mujakat atau demokrasi.
• Kesejahteraan sosial.
• Ketuhanan dan kebudayaan.

d. Panitia Kecil pada sidang PPKI, yang merumuskan lima dasar Negara, yaitu :
• Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
• Kemanusiaan yang adil dan beradab.
• Persatuan Indonesia.
• Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
• Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
e. PPKI, Tap MPRS No. XX/MPRS/1966, merumuskan lima dasar Negara, yaitu :
• Ketuhanan Yamg Maha Esa.
• Kemanusiaan yang adil dan beradab.
• Persatuan Indonesia.
• Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan permusyawaratan perwakilan.
• Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

2. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka
Ideologi Terbuka : Seperangkat nilai-nilai yang bersumber dari budaya masyarakat yang memuat dasar keyakinan bersama terangkum pada nilai yang tetap dan dijabarkan secara dinamis melalui peraturan dalam kehidupan nyata.
Pancasila sebagai ideologi terbuka : Bahwa nilai dasarnya tetap/ tidak berubah namun penjabarannya dapat dijabarkan secara kreatif dan dinamis sesuai kebutuhan perkembangan masyarakat sendiri.

3. Pancasila Sebagai Ideologi Tertutup
Ideologi Tertutup : Seperangkat nilai-nilai/ cita-cita yang digali dari sekelompok orang yang mendasari pembaharuan dalam masyarakat dengan tujuan pelaksanaan untuk merebut kekuasan politik yang pelaksanaannya bersifat Totaliter.
Pancasila sebagai ideologi tertutup : Bahwa nilai-nilai yang bersumber dari sekelompok orang yang pelaksanaannya secara langsung dan dibuat dari ide satu orang secara doktrin/ unsur paksaan.
4. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa : Sebagai pegangan berupa pedoman atau petunjuk dalam nilai kehidupan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan bathin.

5. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa
Pancasila sebagai jiwa bangsa : Memberikan ruang gerak atau dinamika kehidupan serta membimbing perilaku rakyat Indonesia kearah masyarakat yang ideal.

6. Pancasila Sebagai Kepribadian Bangsa
Pancasila sebagai kepribadian bangsa : Menunjukkan adanya kepribadiaan bangsa Indonesia yang berbeda dengan bangsa lain tentang sifat dan tingkah laku ynag sesuai dengan Pancasila secara utuh.

7. Pancasila Sebagai Perjanjian Luhur
Pancasila sebagai perjanjian luhur : Pancasila yang sah dan autentik adalah keputusan PPKI tanggal 18 Agustus 1945.

8. Pancasila Sebagai Cita-Cita dan Tujuan
Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan : Merupakan dalam pembukaan UUD 1945 yang dijabarkan dalam tujuan nasional didalam Undang-undang Pembangunan.

9. Pancasila Sebagai Moral Pembangunan
Pancasila sebagai moral pembangunan : Dijadikan sebagai tolak ukur dalam pembangunan nasional baik waktu perncanaan, pengorganisasi, pengawasan, pelaksanaan, dan dievaluasi dalam masyarakat.

10. Pancasila Sebagai Sumber Nilai
Pengertian Nilai : Sesuatu yang berguna dikatakan mempunyai apabila sesuatu itu berguna, indah, religius, oleh karena itu nilai adalah sesuatu yang abstrak dan tidak dapat disentuh oleh panca indera.

Pancasila sebagai sumber nilai : Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai instrik yang kebenarannya dapat dibuktikan secara objektif, serta mengandung kebenaran yang universal. Nilai-nilai Pancasila itu menjadi sumber inspirasi dan cita-cita untuk diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan nilai kerohanian.

11. Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan
Paradigma Pembangunan : Asumsi-asumsi yang teoritis yang umum dan merupakan sumber hokum. Metode, serta cara penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga dapat menentukan sifat, cirri, dan karakter ilmu pengetahuan. Pembangunan yang menunjukkan adanya pertumbuhan, perluasan dan bertahan dengan keadaan yang harus digali dan harus dibangun agar dicapai kemajuan dimasa yang akan dating.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan : Pancasila dalam paradigma pembangunan sekarang dn dimasa yang akan datang bukanlah lamunan kosong, akan tetapi sebagai pendorong semangat.


B. Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Pancasila
1. Ketuhanan Yang Maha Esa 
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila ini adalah:
a. Percaya dan Taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
b. Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
d. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain. 


2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab 
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila ini adalah:
a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. 
b. Saling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain. 

3. Persatuan Indonesia 
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila ini adalah: 
a. Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Rela berkorban demi bangsa dan negara.
c. Cinta akan Tanah Air.
d. Berbangga sebagai bagian dari Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. 

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan 
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila ini adalah: 
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam mengambil keputusan bersama.
d. Berrembug atau bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan. 

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia 
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila ini adalah:
a. Bersikap adil terhadap sesama.
b. Menghormati hak-hak orang lain.
c. Menolong sesama.
d. Menghargai orang lain.
e. Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.

Rabu, 11 Mei 2011

Tugas PKWN XI IA Smansasel


Politik Luar Negeri

Politik luar negeri adalah strategi dan taktik yang digunakan oleh suatu negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Dalam arti luas, politik luar negeri adalah pola perilaku yang digunakan oleh suatu Negara dalam hubungannya dengan negara-negara lain. Politik luar negeri berhubungan dengan proses pembuatan keputusan untuk mengikuti pilihan jalan tertentu. Menurut buku Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1988), politik luar negeri diartikan sebagai “suatu kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka hubungannya dengan dunia internasional dalam usaha untuk mencapai tujuan nasional”. Melalui politik luar negeri, pemerintah memproyeksikan kepentingan nasionalnya ke dalam masyarakat antar bangsa”. Dari uraian di muka sesungguhnya dapat diketahui bahwa tujuan politik luar negeri adalah untuk mewujudkan kepentingan nasional. Tujuan tersebut memuat gambaran mengenai keadaan negara dimasa mendatang serta kondisi masa depan yang diinginkan. Pelaksanaan politik luar negeri diawali oleh penetapan kebijaksanaan dan keputusan dengan mempertimbangkan hal-hal yang didasarkan pada faktor-faktor nasional sebagai faktor internal serta faktor-faktor internasional sebagai faktor eksternal.
Dasar hukum pelaksanaan politik luar negeri Republik Indonesia tergambarkan secara jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea I dan alinea IV. Alinea I menyatakan bahwa .… kemerdekaan ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Selanjutnya pada alinea IV dinyatakan bahwa …. dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial ….. Dari dua kutipan di atas, jelaslah bahwa politik luar negeri RI mempunyai landasan atau dasar hukum yang sangat kuat, karena diatur di dalam Pembukaan UUD 1945. Selain dalam pembukaan terdapat juga dalam beberapa pasal contohnya pasal 11 ayat 1, 2,3; pasal 13 ayat 1,2,3 dan lain-lain.
Pasal 11
(1)  Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain.
(2)  Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan
mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. ***)
(3)  Ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang. ***)

Pasal 13
(1)  Presiden mengangkat duta dan konsul.
(2)  Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*)
(3) Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.*)

Politik Luar Negeri di masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2004 – 2009, dalam visi dan misi beliau diantaranya dengan melakukan usaha memantapkan politik luar negeri. Yaitu dengan cara meningkatkan kerjasama internasional dan meningkatkan kualitas diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional. Prestasi Indonesia sejak 1 Januari 2007 menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, dimana Republik Indonesia dipilih oleh 158 negara anggota PBB. Tugas Republik Indonesia di Dewan Keamanan PBB adalah :
1). Ketua Komite Sanksi Rwanda
2). Ketua komite kerja untuk pasukan penjaga perdamaian
3). Ketua Komite penjatuhan sanksi untuk Sierra Leone
4). Wakil Ketua Komite penyelesaian konfik Sudan
5) Wakil Ketua Komite penyelesaian konflik Kongo
6). Wakil Kertua Komite penyelesaian konflik Guinea Bissau
Baru-baru ini Indonesia berani mengambil sikap sebagai satu-satunya negara anggota tidak tetap DK PBB yang bersikap abstain ketika semua Negara lainnya memberikan dukungan untuk memberi sanksi pada Iran. Ciri-ciri Politik Bebas Aktif Republik Indonesia Dalam berbagai uraian tentang politik Luar Negeri yang bebas aktif , maka Bebas dan Aktif disebut sebagai sifat politik luar negeri Republik Indonesia. Bahkan di belakang kata bebas dan aktif masih ditambahkan dengan sifat-sifat yang lain, misalnya anti kolonialisme, anti imperialisme. Dalam dokumen Rencana Strategi Pelaksanaan Politik Luar Negeri Republik Indonesia (1984-1989) yang telah ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri RI tanggal 19 Mei 1983, dijelaskan bahwa sifat Politik Luar Negeri adalah:
(1) Bebas Aktif ….
(2) Anti kolonialisme …
(3) Mengabdi kepada Kepentingan Nasional dan …
(4) Demokratis. Dalam risalah Politik Luar Negeri yang disusun oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Masalah Luar Negeri Departemen Luar Negeri, Suli Sulaiman ….yang disebut sifat politik luar negeri hanya Bebas Aktif serta anti kolonialisme dan anti Imperialisme. Sementara M. Sabir lebih cenderung untuk menggunakan istilah ciri-ciri dan sifat secara terpisah. Menurut M Sabir, ciri atau ciri-ciri khas biasanya disebut untuk sifat yang lebih permanen, sedangkan kata sifat memberi arti sifat biasa yang dapat berubah-ubah.
Dengan demikian karena bebas dan aktif merupakan sifat yang melekat secara permanen pada batang tubuh politik bebas aktif, penulis menggolongkannya sebagai ciri-ciri politik bebas-aktif sedangkan Anti Kolonialisme dan Anti Imperialisme disebutnya sebagai sifat.

Pengertian Politik Bebas Aktif Republik Indonesia
Sebagaimana telah diuraikan terdahulu, rumusan yang ada pada alinea I dan alinea IV Pembukaan UUD 1945 merupakan dasar hukum yang sangat kuat bagi politik luar negeri RI. Namun dari rumusan tersebut, kita belum mendapatkan gambaran mengenai makna politik luar negeri yang bebas aktif. Karena itu dalam uraian ini akan dikutip beberapa pendapat mengenai pengertian bebas dan aktif. A.W Wijaya merumuskan: Bebas, berarti tidak terikat oleh suatu ideologi atau oleh suatu politik negara asing atau oleh blok negara-negara tertentu, atau negara-negara adikuasa (super power). Aktif artinya dengan sumbangan realistis giat mengembangkan kebebasan persahabatan dan kerjasama internasional dengan menghormati kedaulatan negara lain. Sementara itu Mochtar Kusumaatmaja merumuskan bebas aktif sebagai berikut :
Bebas : dalam pengertian bahwa Indonesia tidak memihak pada kekuatan-kekuatan yang pada dasarnya tidak sesuai dengan kepribadian bangsa sebagaimana dicerminkan dalam Pancasila. Aktif : berarti bahwa di dalam menjalankan kebijaksanaan luar negerinya, Indonesia tidak bersifat pasif-reaktif atas kejadiankejadian internasionalnya, melainkan bersifat aktif .
B.A Urbani menguraikan pengertian bebas sebagai berikut : perkataan bebas dalam politik bebas aktif tersebut mengalir dari kalimat yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai berikut : supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas. Jadi menurut pengertian ini, dapat diberi definisi sebagai “berkebebasan politik untuk menentukan dan menyatakan pendapat sendiri, terhadap tiap-tiap persoalan internasional sesuai dengan nilainya masing-masing tanpa apriori memihak kepada suatu blok”.
Landasan Politik Luar Negeri
Landasan konstitusional dalam pelaksanaan politik luar negeri indonesia adalah Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.[2] Hal ini berarti, pasal-pasal UUD 1945 yang mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara memberikan garis-garis besar dalam kebijakan luar negeri Indonesia. Dengan demikian, semakin jelas bahwa politik luar negeri Indonesia merupakan salah satu upaya untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia, yang termuat dalam UUD 1945.
Sementara itu, Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia diposisikan sebagai landasan idiil dalam politik luar negeri Indonesia.[3] Mohammad Hatta menyebutnya sebagai salah satu faktor yang membentuk politik luar negeri Indonesia. Kelima sila yang termuat dalam Pancasila, berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup seluruh sendi kehidupan manusia. Hatta lebih lanjut mengatakan, bahwa Pancasila merupakan salah satu faktor objektif yang berpengaruh atas politik liar negeri Indonesia. Hal ini karena Pancasila sebagai filsafah negara mengikat seluruh bangsa Indonesia, sehingga golongan atau partai politik manapun yang berkuasa di Indonesia tidak dapat menjalankan suatu politik negara yang menyimpang dari Pancasila.[4]
Kemudian agar prinsip bebas aktif dapat dioperasionalisasikan dalam politik luar negeri Indonesia, maka setiap periode pemerintahan menetapkan landasan operasional politik luar negeri Indonesia yang senantiasa berubah sesuai dengan kepentingan nasional.
Semasa Orde Lama, landasan operasional dari politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif sebagian besar dinyatakan melaui maklumat dan pidato-pidato Presiden Soekarno. Beberapa saat setelah kemerdekaan, dikeluarkanlah Maklumat Politik Pemerintah tanggal 1 November 1945, yang diantaranya memuat hal-hal sebagai berikut:
  1. Politik damai dan hidup berdampingan secara damai.
  2. Politik tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri negara lain.
  3. Politik bertetangga baik dan kerjasama dengan semua negara di bidang ekonomi, politik dan lain-lain.
  4. Politik berdasarkan Piagam PBB.
Berdasarkan Maklumat tersebut, sesungguhnya telah jelas prinsip yang digunakan Indonesia dalam pelaksanaan politik luar negerinya, yaitu kebijakan hidup bertetangga baik dengan negara-negara di kawasan, kebijakan tidak turut campur tangan urusan domestik negara lain dan selalu mengacu pada Piagam PBB dalam melakukan hubungan dengan negara lain.
Pada dasawarsa 1950-an landasan operasional dari prinsip bebas aktif mengalami perluaan makna. Hal ini diantaranya dinyatakan oleh Presiden Soekarno dalam pidatonya berjudul “Jalannya Revolusi Kita (Jarek)” pada 17 Agustus 1960, bahwa, “Pendirian kita yang bebas aktif itu, secara aktif pula harus dicerminkan dalam hubungan ekonomi dengan luar negeri, supaya tidak berat sebelah ke Barat atau ke Timur”.[5]
Kemudian inti dari politik luar negeri Indonesia kembali dinyatakan oleh Presiden Soekarno dalam “Perincian Pedoman Pelaksanaan Manifesto Politik Republik Indonesia” sekaligus merupakan garis-garis besar politik luar negeri Indonesia dengan Keputusan Dewan Pertimbangan Agung No.2/ kpts/Sd/I/61 tanggal 19 Januari 1961. Inti kebijakan tersebut antara lain berisi tentang sifat politik luar negeri Republik Indonesia yang bebas aktif, anti imperalisme dan kolonialisme, dan memiliki tujuan sebagai berikut:[6]
  1. Mengabdi pada perjuangan untuk kemerdekaan nasional Indonesia.
  2. Mengabdi pada perjuangan untuk kemerdekaan nasional dari seluruh bangsa di dunia.
  3. Mengabdi pada perjuangan untuk membela perdamaian di dunia.
Ketiga tujuan politik luar negeri tersebut pada kenyataannya tidak bisa dipisah-pisah satu dari yang lain, khususnya dalam perjuangannya untuk membengun dunia kembali yang aman, adil, dan sejahtera.
Pada masa Orde Baru, landasan operasional politik luar negeri Indonesia kemudian semakin dipertegas dengan beberapa peraturan formal, diantaranya adalah sebagai berikut:[7]
Ketetapan MPRS No. XII/ MPRS/1966 tanggal 5 Juli 1966 tentang Penegasan Kembali Landasan Kebijaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia. TAP MPRS ini menyatakan bahwa sifat politik luar negeri Indonesia adalah:
  1. Bebas aktif, anti-imperealisme dan kolonialisme dalam segala bentuk manifestasinya dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
  2. Mengabdi kepada kepentingan nasional dan Amanat Penderitaan Rakyat.
Ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973, yang berisi:
  1. Terus melaksanakan politik luar negeri yang bebas aktif dengan mengabdikannya kepada kepentingan nasional, khususnya pembangunan ekonomi;
  2. Mengambil langkah-langkah untuk memantapkan stabilitas wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat Daya, sehingga memungkinkan negara-negara di wilayah ini mampu mengurus masa depannya sendiri melalui pembangunan ketahanan nasional masing-masing, serta memperkuat wadah dan kerjasama antara negara anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara;
  3. Mengembangkan kerjasama untuk maksud-maksud damai dengan semua negara dan badan-badan internasional dan lebih meningkatkan peranannya dalam membantu bangsa-bangsa yang sedang memperjuangkan kemerdekaannya tanpa mengorbankan kepentingan dan kedaulatan nasional.
Petunjuk Presiden 11 April 1973 sebagai perincian ketetapan MPR tersebut diatas, dengan menjabarkan berbagai usaha yang perlu dilakukan untuk melaksanakan prinsip bebas aktif. Upaya-upaya yang perlu dilakukan, antara lain meliputi hal-hal berikut ini:
  1. Memperkuat dan mempererat kerjasama antara negara-negara dalam lingkungan ASEAN;
  2. Memperkuat persahabatan dan memberi isi yang lebih nyata terhadap hubungan bertetangga baik dengan tetangga-tetangga Indonesia;
  3. Mengembangkan setiap unsur dan kesempatan untuk memperkokoh perdamaian dan stabilitas di wilayah Asia Tenggara;
  4. Membina persahabatan dengan negara-negara dunia pada umumnya serta mengusahakan peranan yang lebih aktif dalam memecahkan masalah-masalah dunia di lapangan ekonomi dan politik, untuk memperkuat kerjasama antara bangsa-bangsa dan perdamaian dunia;
  5. Bersama-sama negara berkembang lainnya memperjuangkan kepentingan bersama untuk pembangunan ekonomi
  • Petunjuk bulanan Presiden sebagai ketua Dewan Stabilisasi Politik dan Keamanan.
  • Keputusan-Keputusan Menteri Luar Negeri.
Selain berbagai ketentuan diatas, landasan operasional politik luar negeri indonesia juga dituangkan dalam TAP MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yaitu:[8]
  1. TAP MPR RI No. IV/ MPR/ 1973
  2. TAP MPR RI No. IV/ MPR/ 1978
  3. TAP MPR RI No. II/ MPR/ 1983
  4. TAP MPR RI No. II/ MPR/ 1988
  5. TAP MPR RI No. IV/ MPR/ 1993
Seluruh ketetapan MPR diatas yang dijabarkan dalam Pola Uumum Pembangunan Jangka Panjang dan Pola Umum Pelita Dua hingga Enam, pada intinya menyebutkan bahwa: “Dalam bidang politik luar negeri yang bebas dan aktif diusahakan agar Indonesia dapat terus meningkatkan peranannya dalam memberikan sumbangannya untuk turut serta menciptakan perdamaian dunia yang abadi, adil dan sejahtera”.[9]
Namun demikan, menarik untuk dicatat bahwa TAP MPR RI No. IV/ MPR/ 1973 berbeda dengan TAP MPRS tahun 1966. Perbedaan ini seiring dengan pergantian rezim dari Soekarno ke Soeharto, sehingga konsep perjuangan Indonesia yang selalu didengung-dengungkan oleh Soekarno sebagai anti-kolonialisme dan anti-imperialisme tidak lagi memunculkan dalam TAP MPR tahun 1973 diatas. Selain itu, sosok politik luar negeri Indonesia juga lebih difokuskan pada upaya pembangunan bidang ekonomi dan peningkatan kerjasama dengan dunia internasional.
Selanjutnya TAP MPR RI No. IV/ MPR/ 1978, pelaksanaan politik luar negeri Indonesia juga telah diperluas, yaitu ditujukan untuk kepentingan pembangunan di segala bidang. Realitas ini berbeda dengan TAP-TAP MPR  sebelumnya, yang pada umumnya hanya mencakup satu aspek pembangunan saja, yaitu bidang ekonomi.
Pada TAP MPR RI No. II/ MPR/ 1983, sasaran politik luar negeri indonesia dijelaskan secara lebih spesifik dan rinci. Perubahan ini menandakan bahwa indonesia sudah mulai mengikuti dinamika politik internasional yang berkembang saat itu.
Pasca-Orde Baru terjadi pemerintahan secara cepat mulai dari B.J. Habibie sampai Susilo Bambang Yudhoyono. Pemerintahan pasca-Orde Baru ini setidaknya secara substansif dalam landasan politik luar negerinya dapat dilihat pada dua kabinet yang memerintah yaitu Kabinet Gotong Royong (2001-2004) dan Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009). Kabinet Gotong Royong mengopersionalkan politik luar negeri indonesia melalui:
Ketetapan MPR No. IV/ MPR/ 1999 tanggal 19 Oktober 1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara dalam rangka mewujudkan tujuan nasional periode 1999-2004.
GBHN ini menekankan pada faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya krisis ekonomi dan krisis nasional pada 1997, yang kemudian dapat mengancam integrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Diantaranya adanya ketidakseimbangan dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi yang demokratis dan berkeadilan. Oleh karena itu, GBHN juga menekankan perlunya upaya reformasi di berbagai bidang. khususnya memberantas segala bentuk penyelewengan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme serta kejahatan ekonomi dan penyalahgunaan kekuasaan. Selanjutnya ketetapan ini juga menetapkan sasaran-sasaran yang harus dicapai dalam pelaksanaan politik dan hubungan luar negeri, yaitu:
  1. Menegaskan kembali pelaksanaan politik bebas dan aktif menuju pencapaian tujuan nasional;
  2. Ikut serta di dalam perjanjian internasional dan peningkatan kerja sama untuk kepentingan rakyat Indonesia;
  3. Memperbaiki performa, penampilan diplomat indonesia dalam rangka suksesnya pelaksanaan diplomasi pro-aktif di semua bidang;
  4. Meningkatkan kualitas diplomasi dalam rangka mencapai pemulihan ekonomi yang cepat melaui intensifikasi kerja sama regional dan internasional;
  5. Mengintensifkan kesiapan Indonesia memasuki era perdagangan bebas;
  6. Memperluas perjanjian ekstradisi dengan negara-negara tetangga;
  7. Mengintensifkan kerja sama dengan negara-negara tetangga dalam kerangka ASEAN dengan tujuan memelihara stabilitas dan kemakmuran di wilayah Asia Tenggara.
Ketetapan MPR diatas, secara jelas menegaskan arah politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, berorientasi untuk kepentingan nasional, menitikberatkan pada solidaritas antar-negara berkembang, mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa, menolak segala bentuk penjajahan serta meningkatkan kemandirian bengsa dan kerjasama internasional bagi kesejahteraan rakyat.
UU No. 37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri
UU ini mengatur aspek penyelenggaraan hubungan  luar negeri dan politik luar negeri yang meliputi: sarana, mekanisme pelaksanaan hubungan luar negeri, pelindungan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri, termasuk aparatur pada perwakilan RI.
Prinsip bebas aktif tertuang dalam pasal tiga UU tersebut, yang menyatakan bahwa politik luar negeri indonesia diabdikan untuk kepentingan nasional. Pada pasal selanjutnya juga ditegaskan bahwa politik luar negeri Indonesia dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif, dan antisipatif, tidak rutin dan kreatif, teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan luwes dalam pendekatan. Selain itu UU ini juga mengatur keterlibatan pihak-pihak dalam lembaga negara dan lembaga pemerintahan di dalam  penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri. UU ini memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri. UU ini memberikan landasan hukum yang kuat bagi penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri, serta merupakan penyempurnaan terhadap peraturan-peraturan yang ada mengenai beberapa aspek penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri.
UU no.24 tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.
UU yang diundangkan pada 23Ooktober 2000 ini menekankan pada pentingnya menciptakan suatu kepastian hukum dalam perjanjian internasional, selain sebagai pedoman dalam mekanisme pembuatan dan pengesahan  suatu perjanjian internasional. Sebelum UU ini muncul, selama ini pengaturan tentang pengesahan perjanjian internasional dilandaskan pada Surat Presiden Soekarno kepada DPRS No. 2826/ HK/ 1960 tanggal 22 Agustus 1960 tentang Pembuatan Perjanjian dengan Negara Lain. Surat presiden tersebut menyatakan bahwa pengesahan perjanjian internasional dilakukan melalui Undang-Undang atau Keputusan Presiden, bergantung kepada materi yang diaturnya. Oleh karena, banyak penyimpangan dalam pelaksanaannya dan sudah tidak lagi sesuai dengan semangat reformasi, maka dibuatlah UU no. 24 tahun 2000 dengan dilandaskan pada Pasal 11 UUD 1945 dan UU no. 37 tahun 1999, yang berisi pokok-pokok materi sebagai berikut:
  1. Pembuatan perjanjian internasional
  2. Pengesahan perjanjian internasional
  3. Pemberlakuan perjanjian internasional
  4. Penyimpanan perjanjian internasional
  5. Pengakhiran perjanjian internasional
Di dalam Pasal 2 uu ini dinyatakan bahwa Menteri yang bertanggung jawab terhadap hubungan luar negeri, memberikan pertimbangan politis dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam pembuatan dan pengesahan perjanjian internasional, dengan berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dalam hal yang menyangkut kepentingan publik. berdasarkan pasal ini, tampak jelas bahwa DPR mulai dilibatkan dalam proses perjanjian internasional, dimana hal tersebut tidak terjadi pada periode sebelumnya.
Perubahan UUD 1945
Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI pada 19 Oktober 1999 berhasil melakukan perubahan pertama pada beberpa pasal dalam UUD 1945 yaitu pasal 5 ayat 1, pasal 7, pasal 9, pasal 13, pasal 14, pasal 15, pasal 17 ayat 2 dan 3, pasal 20 dan pasal 21.
Khusus mengenai hubungan luar negeri, perubahan terjadi pada pasal 13, dimana pra amandemen menyebutkan bahwa:[10]
  1. Presiden mengangkat duta dan konsul
  2. Presiden menerima duta dari negara lain
Bunyi ketentuan yang baru dari pasal tersebut menyebutkan bahwa:
  1. Presiden mengangkat duta dan konsul
  2. Dalam hal mengangkat duta, Presiden memerhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.
  3. Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memerhatikan Dewan Perwakilan Rakyat.
Kabinet selanjutnya pada pasca Orde Baru yaitu Kabinet Indonesia Bersatu. Kabinet ini meletakkan landasan operasional politik luar negerinya dalam tiga program utama nasional kebijakan luar negeri, yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2004-2009, yaitu:
  1. Pemantapan politik luar negeri dan optimalisasi diplomasi indonesia dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri. Tujuan pokok dari upaya tersebut adalah meningkatkan kapasitas dan kinerja politik luar negeri dan diplomasi dalam memberikan kontribusi bagi proses demokratisasi, stabilitas politik dan persatuan nasional. Langkah ini sejalan dengan pidato Bung Hatta pada 15 Desember 1945, yang menyatakan bahwa “politik luar negeri yang dijalankan oleh negara mestilah sejalan dengan politik dalam negeri”. Seluruh rakyat harus berdiri dengan tegak dan rapat dibelakang pemerintah Republik Indonesia. sebagaimana lebih lanjut disampaikan oleh Hatta, bahwa “persatuan yang sekuat-kuatnya harus ada, barulah pemerintah dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya dalam diplomasi yang dijalankan”.
  2. Peningkatan kerjasama internasional yang bertujuan memanfaatkan secara optimal berbagai peluang dalam diplomasi dan kerja sama internasional, terutama kerjasama ASEAN disamping negara-negara yang memiliki kepentingan yang sejalan dengan Indonesia. Langkah mementingkan kerja sama ASEAN dalam penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri merupakan aktualisasi dari pendekatan ASEAN sebagai concentric circle utama politik luar negeri Indonesia.
  3. Penegasan komitmen perdamaian dunia yang dilakukan dalam rangka membengun dan mengembangkan semangat multilateralisme dalam memecahkan berbagai persoalan keamanan internasional. Langkah diplomatik dan multilarealisme yang dilandasi dengan penghormatan terhadap hukum internasional dipandang sebagai cara yang lebih dapat diterima oleh subjek hukum internasional dalam mengatasi masalah keamanan internasional. Komitmen terhadap perdamaian internasional relevan dengan tujuan hidup bernegara dan berbangsa, sebagaimana dituangkan dalam Alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

[1] Sejarah Politik Indonesia memperlihatkan bahwa tidak semua proses pergantian kepemimpinan dilakukan melalui pemilihan umum. Ketika sukses kepemimpinan dari Presiden Soeharto ke Presiden BJ. Habibie, misalnya, suksesi tersebut hanya berupa pemindahan kekuasaan. BJ. Habibie yang kala itu menjabat sebagai Wakil Presiden secara otomatis menerima penyerahan kekuasaan dari Presiden Soeharto yag berhasil didesak untuk turun dri jabatannya oleh rakyat Indonesia.

Selasa, 08 Maret 2011

Undang-Undang Rubik

Pasal 3: Puzzles
3a) Setiap peserta harus membawa puzzle mereka sendiri. Peserta dapat meminjam puzzle dari peserta lain, tetapi kedua peserta harus siap jika mereka dipanggil untuk berkompetisi.
3b) Puzzle harus dapat bekerja dengan baik sehingga pengacakan normal dapat dilakukan.
3c) Peserta dapat menggunakan skema warna apapun untuk puzzle berbentuk kubus, asalkan puzzle tersebut memperlihatkan satu warna solid pada setiap wajahnya dalam kondisi terselesaikan. Untuk puzzle lain peserta harus menggunakan variasi yang memiliki gerakan, posisi, dan solusi sama seperti puzzle aslinya.
3d) Warna dari Puzzle harus solid, sama pada setiap warnanya, dan dapat dibedakan dengan jelas dengan warna lainnya.
3e) ‘Twisty Puzzle’ harus memiliki stiker berwarna atau tile berwarna.
3f) Tile atau stiker tidak boleh lebih dari 1,5 mm atau ketebalan biasanya untuk puzzle selain kubus.
3g) Puzzle dapat dibuat menjadi lebih halus dibagian dalam dengan cara digerus atau dilumas dengan pelumas apapun.
3h) Modifikasi yang mengembangkan konsep dasar puzzle tidak diperbolehkan. Contoh mengembangkan konsep dasar adalah: dapat melakukan jenis langkah baru, langkah biasa tidak dapat dilakukan, lebih banyak bagian yang terlihat, warna di bagian belakang puzzle terlihat, gerakan dilakukan secara otomatis, memiliki bentuk terselesaikan yang berbeda atau lebih dari satu.
3i) Semua modifikasi kepada suatu puzzle yang menghasilkan performa buruk oleh peserta tidak dapat menjadi dasar untuk melakukan penyelesaian tambahan dalam suatu cabang pertandingan.
3j) Puzzle harus dalam keadaan bersih dan tidak memiliki tekstur, tanda, piece yang lebih naik, rusak, atau perbedaan lainnya yang dapat membedakan satu piece dari piece yang lainnya.
3k) Puzzle harus diperbolehkan oleh seorang juri sebelum peserta berkompetisi.
3l) Puzzle kubus hanya boleh memiliki maksimal satu logo. Untuk kubus Rubik's atau puzzle kubus yang lebih besar logo harus ditempatkan pada salah satu kepingan tengah.
3m) Semua merk puzzle dan stiker diperbolehkan, asalkan puzzle tersebut memenuhi regulasi-regulasi WCA lainnya.

Senin, 07 Februari 2011





                                                                        PART OF RUBIKS